Pakaian Wanita Muslimah (Penegasan antara Jilbab dan Khimar)


Saat ini banyak kesalahpahaman terhadap Islam di tengah masyarakat, terutama masalah pakaian wanita muslimah. Misalnya saja JILBAB. Tak sedikit orang menyangka bahwa yang dimaksud dengan jilbab adalah kerudung. Padahal tidak demikian. Jilbab bukan kerudung. Kerudung dalam al-Qur’an surah An-Nuur [24]: 31 disebut dengan istilah khimar (jamaknya: khumur), bukan jilbab. Adapun jilbab yang terdapat dalam surah al-Ahzab [33]: 59, sebenarnya adalah baju longgar yang menutupi seluruh tubuh perempuan dari atas sampai bawah.
“Hendaknya mereka menutupkan kain kerudung (khimar) ke dadanya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa tampak pada dirinya.” (QS AnNur [24]: 31)
“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimua, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang Mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbab mereka.” (QS Al Ahzab [33]: 39)
Kesalahpahaman lain yang sering dijumpai adalah anggapan bahwa busana muslimah itu yang penting sudah menutup aurat, sedang mode baju apakah terusan atau potongan, atau memakai celana panjang, dianggap bukan masalah. Dianggap, model potongan atau bercelana panjang jeans oke-oke saja, yang penting ‘kan sudah menutup aurat. Kalau sudah menutup aurat, dianggap sudah berbusana muslimah secara sempurna. Padahal tidak begitu. Islam telah menetapkan syarat-syarat bagi busana muslimah dalam kehidupan umum, seperti yang ditunjukkan oleh nash-nash al-Qur’an dan as-Sunnah. Menutup aurat itu hanya SALAH SATU SYARAT, bukan satu-satunya syarat busana dalam kehidupan umum. Syarat lainnya misalnya busana muslimah tidak boleh menggunakan bahan tekstil yang transparan atau mencetak lekuk tubuh perempuan. Dengan demikian, walaupun menutup aurat tapi kalau mencetak tubuh alias ketat atau menggunakan bahan tekstil yang transparan tetap belum dianggap busana muslimah yang sempurna.
Karena itu, kesalahpahaman semacam itu perlu diluruskan, agar kita dapat kembali kepada ajaran Islam secara murni serta bebas dari pengaruh lingkungan, pergaulan, atau adat-istiadat rusak di tengah masyarakat sekuler sekarang. Memang, jika kita konsisten dengan Islam, terkadang terasa amat berat. Misalnya saja memakai jilbab (dalam arti yang sesungguhnya). Di tengah maraknya berbagai mode busana wanita yang diiklankan trendi dan up to date, jilbab secara kontras jelas akan kelihatan ortodoks, kaku, dan kurang trendi (dan tentu, tidak seksi). Padahal, busana jilbab itulah pakaian yang benar bagi muslimah.
Di sinilah kaum muslimah diuji. Diuji imannya, diuji taqwanya. Di sini dia harus memilih, apakah dia akan tetap teguh mentaati ketentuan Allah dan Rasul-Nya, seraya menanggung perasaan berat hati namun berada dalam keridhaan Allah, atau rela terseret oleh bujukan hawa nafsu atau rayuan syaitan terlaknat untuk mengenakan mode-mode liar yang dipropagandakan kaum kafir dengan tujuan agar kaum muslimah terjerumus ke dalam limbah dosa dan kesesatan.
Berkaitan dengan itu, Nabi Muhammad SAW pernah bersabda bahwa akan tiba suatu masa di mana Islam akan menjadi sesuatu yang asing termasuk busana jilbab sebagaimana awal kedatangan Islam. Dalam keadaan seperti itu, kita tidak boleh larut. Harus tetap bersabar, dan memegang Islam dengan teguh, walaupun berat seperti memegang bara api. Dan insyaAllah, dalam kondisi yang rusak dan bejat seperti ini, mereka yang tetap taat akan mendapat pahala yang berlipat ganda. Bahkan dengan pahala lima puluh kali lipat daripada pahala para shahabat. Sabda Nabi Saw:
Islam bermula dalam keadaan asing. Dan ia akan kembali menjadi sesuatu yang asing. Maka beruntunglah orang-orang yang terasing itu.” [HR. Muslim no. 145].
Sesungguhnya di belakang kalian ada hari-hari yang memerlukan kesabaran. Kesabaran pada masa-masa itu bagaikan memegang bara api. Bagi orang yang mengerjakan suatu amalan pada saat itu akan mendapatkan pahala lima puluh orang yang mengerjakan semisal amalan itu. Ada yang berkata, “Hai Rasululah, apakah itu pahala lima puluh di antara mereka?” Rasululah Saw menjawab, “Bahkan lima puluh orang di antara kalian (para shahabat).” [HR. Abu Dawud, dengan sanad hasan].
Dari artikel di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengecualian bagi seorang muslimah untuk tidak mengenakan jilbab dan khimar, selama bergaul dengan bukan muhrim. Pakaian seperti itulah yang layak dipakai oleh wanita dalam kehidupan umum. Jika seorang wanita telah mengenakan kedua jenis pakaian ini, ia boleh keluar dari rumahnya menuju pasar atau berjalan melalui jalanan umum, yaitu menuju kehidupan umum, termasuk bekerja. Jika ia tidak mengenakan kedua jenis pakaian ini, ia tidak boleh keluar dalam kondisi apapun, karena perintah untuk mengenakan kedua jenis pakaian ini bersifat umum.
Salah satu hal yang perlu diyakini, dalam memegang teguh Aqidah Islam (Syari’at Islam) kita memang harus berkorban. Tidak sedikit, melainkan dengan segenap kemampuan kita. Ingat, ALLAH tidak akan menguji hamba-Nya melampaui kemampuan hamba-Nya. Kita bisa mengambil hikmah dari kisah Bilal bin Rabah, yang disiksa dengan batu besar di panasnya padang pasir, namun beliau tetap teguh memegang Aqidah Islam seraya berkata Ahad … Ahad … Tidak hanya itu, Yatsir dan istrinya, Sumayyah juga syahid dalam mempertahankan keyakinan mereka, Laailahaillallah Muhammadurrasulullah. Lalu bagaimana dengan kita, yang sudah diberi segala kemudahan dalam hidup ini? Apa yang akan kita bangga-banggakan di akhirat kelak? Wallahu’alam bi ashshowab.
Share this article :
 

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. ALBANTANI - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger